Sabtu, 19 Januari 2013

KONVERGENSI MEDIA

Ada dua kata yang terlintas ketika mendengar konvergensi media yakni tentang teknologi dan komunikasi. Banyak orang menyebut era ini sebagai era konvergensi media, hal tersebut merujuk pada perkembangan teknologi komunikasi digital yang ada, khususnya internet. Perkembangan teknologi komunikasi digital dewasa ini telah menjadi salah satu fokus penelitian para pakar komunikasi karena merubah pola komunikasi linier yang ada. Ia telah berdampak juga terhadap produksi pesan, pengelolaan konten, dan distribusi pesan melalui digitalisasi.
Konvergensi media adalah penggabungan atau pengintegrasian media-media yang ada untuk digunakan dan diarahkan kedalam satu titik tujuan. Konvergensi media biasanya merujuk pada perkembangan teknologi komunikasi digital yang dimungkinkan dengan adanya konvergensi jaringan. 
Beberapa peneliti mencoba mendefinisikan istilah konvergensi, namun diantara mereka tidak disepakati definisi tunggal tentang apa itu yang dinamakan konvergensi. Kutipan Justice Potter Stewart dalam buku Understanding Media Convergence; The State of the Field (2009) mengatakan “I can’t define it, but I know it when I see it”, Sedangkan Jim Carrol dalam buku yang sama menjelaskan istilah konvergensi dengan perumpamaan teenage sex sebagai berikut;
a)      Tidak ada yang tahu apa itu tetapi berpikir bahwa itu adalah hal hebat,
b)      Semua orang berpikir bahwa setiap orang melakukan itu,
c)       Mereka yang berkata bahwa mereka melakukan itu mungkin saja berbohong,
d)      Sedikit orang yang melakukan itu tidak melakukan itu dengan baik,
e)      Once they start doing it, they realize that it’s going to take them a long time to do it right,
f)       Mereka juga akan mulai menyadari bahwa tidak ada cara yang ‘benar’ untuk melakukan itu.
Konvergensi media tidak hanya pergeseran teknologi atau proses teknologi, namun juga termasuk pergeseran dalam paradigma industri, budaya, dan sosial yang mendorong konsumen untuk mencari informasi baru. Konvergensi media terjadi dengan melihat bagaimana individu berinteraksi dengan orang lain pada tingkat sosial dan menggunakan berbagai platform media untuk menciptakan pengalaman baru, bentuk-bentuk baru media dan konten yang menghubungkan kita secara sosial, dan tidak hanya kepada konsumen lain, tetapi untuk para produsen perusahaan media.
Gerakan konvergensi media tumbuh secara khusus dari munculnya Internet dan digitalisasi informasi. Konvergensi media ini menyatukan 3C yaitu computing (memasukkan data melalui komputer), communication (komunikasi), dan content (materi isi/ konten). Teori konvergensi media yang diteliti oleh Henry Jenkins pada tahun 2006, menyatakan bahwa konvergensi media merupakan proses yang terjadi sesuai dengan perkembangan budaya masyarakat.
Munculnya fenomena konvergensi media ini, memaksa media konvensional melebarkan sayap dan masuk kedalam jaringan internet untuk dapat mempertahankan atau memperluas bisnisnya. Jurnalisme konvergensi melibatkan kerjasama antara jurnalis media cetak, media siar, dan media Web (daring) untuk menghasilkan berita terbaik yang dimungkinkan, dengan menggunakan berbagai sistem penyampaian. Hal ini menyebabkan berkembangnya media konvensional menjadi digital.
Di dunia, contoh bentuk diversifikasi media dari bentuk konvensionalnya menjadi bentuk digitalnya terdapat pada contoh berikut:
Liputan 6 (Program acara berita di televisi)||Situs Liputan 6 (www.liputan6.com) |- | TIME (Majalah berita Amerika Serikat)||Situs Majalah TIME (www.time.com/time) |- | Trax FM (Radio swasta di Indonesia)||Radio online Trax FM (www.traxonsky.com) |- | Media Indonesia (Surat kabar Indonesia)||Surat kabar digital (epaper.mediaindonesia.com) |- | House (serial televisi) (Program serial televisi)||Televisi online (http://www.fox.com/house/) | |}
Aplikasi teknologi komunikasi terbukti mampu menjembatani jalur transportasi pengiriman informasi media kepada khalayaknya.Akibatnya muncul jurnalisme online yang membuat wartawan untuk terus-menerus memperbaharui informasi yang mereka tampilkan seiring dengan temuan-temuan baru di lapangan. Dalam konteks ini, konsekuensi lanjutnya adalah berkurangnya fungsi editor dari sebuah lembaga pers karena wartawan relatif mempunyai kebebasan untuk segera memasukan informasi baru tanpa terkendala lagi oleh mekanisme kerja lembaga pers konvensional yang relatif panjang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar